HMI KEDAP PROSES DAN PROGRES: PENGURUS GAIB DAN RAIB IMBAS DARI POLITIK SENIOR ELIT

OPINI – Tepat 5 Februari 2023 Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) berusia 76 tahun sejak didirikan 5 Februari 1947 silam. Persis 2 tahun paska Indonesia memproklamirkan sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat, dalam proses perjuangan bangsa menuju kemerdekaan nya HMI adalah salah satu motor penggerak dan konseptor dari siasat perjuangan tersebut. Tak ayal dalam perjalanan tersebut hmi dimusuhi dan tidak disukai oleh banyak lapisan dan organisasi puncaknya adalah Di era Soekarno, tantangan HMI sebagai organisasi cukup besar, perang ideologis antara sesama organisasi kepemudaan saat itu cukup kuat.

Musuh HMI bukan lagi mahasiswa sosialis, tapi mahasiswa komunis yang tergabung dalam Central Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI).
CGMI, yang merupakan bagian dari sayap organisasi Partai Komunis Indonesia (PKI), saat itu berusaha keras membubarkan HMI pada 1965, Julius Pour dalam bukunya Gerakan 30 September mengatakan Ketua CC PKI DN Aidit saat itu bahkan saat itu ikut membuat ‘panas’ para pemuda CGMI untuk membubarkan HMI. Dalam sebuah pidato di hadapan para aktivis CGMI, Aidit meminta CGMI membubarkan HMI bila pemerintah tidak membubarkan organisasi yang lekat dengan warna hijau hitam itu.

Bacaan Lainnya

Ketakutan-ketakutan DN.Aidit terlihat dari pernyataan nya yang keras untuk mendoktrin khalayak ramai untuk membenci hmi dan membubarkan hmi teriakan pertama “Kalau pemerintah tidak mau membubarkan HMI, jangan kalian (CGMI) berteriak-teriak menuntut pemerintah membubarkan HMI. Lebih baik kalian bubarkan sendiri,” ancam Aidit saat itu pekikan kedua “Dan kalau kalian tidak mampu (membubarkan HMI), lebih baik kalian jangan memakai celana, tukar dengan kain sarung perempuan,” seloroh Aidit dalam buku karya Julius Pour itu. Ancaman Aidit agar para aktivis CGMI ini membuat sejumlah tokoh muslim saat itu bereaksi keras. Salah satunya yaitu mantan Menteri RI Saifuddin Zuhri.

Saat itu Saifudin zuhri menjadi orang yang paling gigih menolak rencana Soekarno membubarkan HMI atas desakan PKI. Soal pembelaannya terhadap HMI yang akan dibubarkan Bung Karno, Saifuddin menuangkannya dalam buku berjudul, Berangkat dari Pesantren. Saat itu, Saifuddin mengaku dipanggil secara khusus oleh Soekarno untuk membahas rencana pembubaran HMI, karna memang pada dasarnya soekarno dibayang-bayangi oleh propaganda PKI dan framing-framing tentang buruknya hmi, namun dengan tegas pak saifuddin zuhri berucap “Kalau bapak hendak membubarkan HMI, artinya pertimbangan saya bertentangan dengan gewetan bapak. Maka tugasku sebagai pembantu bapak hanya sampai di sini.” Karna jawaban itulah soekarno tidak membubarkan hmi.

Jawaban lugas dan sangat argumentatif dari Saifudin Zuhri waktu itu yang membuat Soekarno urung akan niatnya membubarkan HMI bukan karna pak Saifuddin Zuhri adalah Kader HMI namun ia melihat bahwa HMI masa itu sangat berdampak serta memiliki intelegensia yang kuat sehingga pemikiran-pemikiran dan konsepsi kader hmi sangat diharapkan untuk bangsa dan Negara, Yudi Latif menggambarkan sejarah HMI dalam kontinuitas sejarah genealogi intelegensia muslim sebagai suatu blok historis yang memiliki peranan penting dalam kesejarahan Indonesia khususnya sejak awal abad ke-20. Sehingga tidak berlebihan bila HMI kerap kali mengidentikkan diri sebagai anak kandung umat dan bangsa, serta juga tidak berlebihan apabila Jenderal Besar Sudirman menyebutkan HMI bukan saja kepanjangan dari Himpunan Mahasiswa Islam, melainkan juga Harapan Masyarakat Indonesia.

Namun pada tulisan kali ini saya tidak mengulas romantika kemewahan hmi klasik atau duduk disamping narasi romantika kehebatan alumni-alumni hmi dulu dan saat ini, karna mengingat bahwa pujian-pujian tersebutlah yang membawa HMI pada ruang jumawa sehingga terperosok dalam degradasi-degradasi.

Saya adalah salah satu kader yang terlambat mengenal HMI padahal di tahun 2018 silam salah satu teman saya yang saat ini kuliah di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Memposting kegiatanya setelah mengikuti Basic Training di akun media sosial nya sehingga saya mencecar nya dengan beberapa pertanyaan? Kenapa topi dan kalung nya berwarna hijau hitam?
Ia menjawab dengan baik pertanyaan itu dan sekilas bertendensi mempengaruhi saya untuk ikut di organisasi hmi. Namun sayangnya, kala itu saya tidak begitu tertarik dengan hmi dan lebih memilih untuk fokus pada studi saya.

Tepat setahun setelahnya saat masih berkuliah di STAI Maarif Jambi saya memutuskan untuk pindah kampus ke Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Dalam proses PBAK kami hanya diperkenalkan dengan beberapa Organisasi saja padahal di luar ruangan PBAK tersebut berbaris stand beragam organisasi, keanehan dan kejanggalan tersebut tidak sampai disitu saja, sebut saja di hari pertama saat para panitia dan volunteer PBAK memperkenalkan diri satu persatu anehnya lagi semboyan serta pekikan-pekikan yang dimulai oleh mereka menjurus ke 1 organisasi saja.

Di hari kedua PBAK. Siang itu kami diberikan waktu 45 menit untuk Istirahat, sholat, dan makan siang, saya bertemu dengan salah seorang mahasiswa yang memberikan sebuah pemikiran yang menarik prihal manajemen waktu dan konsep pbak yang sangat menarik dengan sesekali mengulas prihal konsep pbak di beberapa Negara dan membandingkan dengan konsep pbak di Indonesia, sesekali pula ia memberikan sebuah ungkapan yang diambilnya dari beberapa buku.

Tentu saja bagi mahasiswa baru seperti saya akan sangat kagum dengan selayang pandang pemikiran kendati singkat tersebut pada mahasiswa itu.
Ketika hendak masuk ke dalam ruangan PBAK langkah saya terhenti sejenak dan perhatian saya ditarik paksa oleh suara orasi yang dilakukan oleh salah satu HMI-Wati, orasi yang ingin saat itu saya berikan angka 98 karna memang sangat argumentative dengan memulai orasi melalui khazanah sejarah yang apik, yang pada intinya ia mengutuk segala diskriminasi dalam bentuk apapun dan pemenjarahan akal sehat. Dan mahasiswa yang tadi berbincang dengan saya terlihat sedang duduk di bawah stand Organisasi Himpunan Mahasiswa Islam Dalam ruangan saya sibuk membuka youtube dan googling tentang hmi mengabaikan speaker saat itu.

Singkatnya pilihan saya berlabuh pada hmi dengan segala anlisis dan pertimbangan yang cukup karna secara subjektivitas saya melihat hmi waktu itu memiliki keluasan pandangan, dengan sikap yang dingin serta santun, pertanyaan nya adalah mengapa organisasi tertua di Indonesia tidak diperkenalkan padahal ia melahirkan para founders organisasi lainya, dan sangat terlihat bahwa ada sentimental terhadap hmi justru karna membawa ceriusitas atas kejanggalan itulah saya memilih hmi untuk menjadi wadah dan kendaraan untuk berproses.

Terhitung sudah 3 tahun lamanya saya berhimpun di organisasi Hipunan Mahasiswa Islam, dari waktu ke waktu saya mengikuti proses nya dengan baik dan bersykurnya saya bisa mendapatkan banyak hal yang tidak saya dapatkan di bangku perkuliahan. Namun terlalu naïf jika saya berspekulasi bahwa hmi sempurna dan menyimpulkan bahwa hmi purna dalam sisi apapun, faktanya kontras sekali dengan apa yang saya baca di buku buku hmi. Ternyata hmi tidak begitu sempurna karna sejauh ini terjadi stagnasi pemikiran, pergerakan, serta kajian kajian, khusus nya HMI di cabang jambi dan akhir-akhir ini.

Dalam kurun waktu 3 tahun ini saya melihat bahwa hmi tidak lagi berporos pada konstitusi hmi dan tidak menjadi role model lokomotif perubahan bagi organisasi lainya. Terlihat dari menurunya intensitas kajian-kajian yang dihelat oleh komisariat-komisariat, oleh lembaga-lembaga yang ada di HMI bahkan Cabang pun minim akan kajian kajian, dan anehnya cabang dan pengurusnya kedap akan ketegasan. Percakapan-percakapan kader-kader HMI lebih banyak didominasi oleh prihal perpolitikan dan jauh dari perbaikan perbaikan terkait kaderisasi. Namun mungkin itu pula yang membuat disorientasi dalam berproses di HMI pula terjadi.

Orientasi-orientasi yang tumbuh dalam diri seorang kader HMI adalah orientasi uang, orientasi jabatan dan kekuasaan, bahkan orientasi beberapa kader HMI adalah untuk bisa menggaet HMI-wati dan masih banyak lagi penyimpangan-penyimpangan orientasi dalam berkader, mungkin karna ini pula hmi kian jauh dari nilai nilai dasar perjuangan nya sehingga merubah tindak-tanduknya dalam berproses di-HMI, saya masih sangat mengimani bahwa segenap proses yang ada di hmi baik itu yang kita dengarkan, kita lihat, kita rasakan semuanya adalah pendidikan dan pembentukan karakter-karakter pemimpin yang hebat selagi mengacu pada nilai-nilai dasar perjuangan yang kita yakinin sebagai pedoman gerak langkah kader HMI.

Selain terjebak dalam romantisme masa lalu yang mengakibatkan kemandekan berfikir kader HMI hari ini adalah malas berproses;malas membaca, malas menulis, dan malas berfikir, akibatnya kader HMI tidak kritis, tidak memiliki kepekaan, jauh dari kata visioner, minim inovasi sehingga tidak mampu menjawab problematika umat, menggantungkan segalanya kepada pihak lain serta menggantungkan pemikiran sampai perekonomianrevitalisasi kembali sifat independensi merupakan kunci pokok dalam membangun kedewasaan diri serta meningkatkan peran dengan keluasan gerak. Dalam tafsirindependensi dikatakan suatu sikap independen adalah sikap bebas dari segala bidang dengan penuh kepercayaan pada diri sendiri untuk secara aktif membawa misi HMI di dalam arena perjuangan.

Oleh karna itu, HMI membutuhkan kader yang cendikia, kader yang bebas, merdeka dan terbuka; kader yang objektif, rasional dan kritis;kader yg progresif dan dinamis; kader yang demokratis,jujur dan adil. Namun jika tidak ada yang menyadari degradasi HMI hari ini dan hanya menjadi penonton yang bersorak-sorak dan tidak mengambil langkah strategis maka bisa dipastikan hmi hanya menghitung waktu untuk tenggelam dan dihujani hujatan.

Bagaimana mungkin HMI bisa menjadi lokomotif perubahan bangsa dan Negara, menjadi perekat umat dan bangsa yang terbelah jika permasalahan internal hmi saja tidak diselesaikan. Terjadi pembusukan pembusukan dalam tubuh hmi imbas dari politik-politik kepentingan. Saya pula melihat paska dari RAK,MUSKOM,MOESLEM,KONFERCAB, KONGRES, pasti ada permusuhan setelahnya. Permusuhan yang diakibatkan oleh perbedaan pilihan, perbedaan kepentingan, bahkan permusuhan yang diakibatkan oleh persekongkolan yang kita sebut dengan bagi bagi kue.

Imbas dari itu semua adalah kita kerap menempatkan orang-orang yang salah, orang orang yang tidak memiliki kapasitas dibidangnya, bahkan mendorong sesorang yang sejatinya tidak memiliki kemauan. Hasilnya adalah paska dari pelantikan orang-orang tersebut raib bak ditelan bumi, ada juga pengurus yang ghaib, mereka hanya muncul di saat saat acara besar dan memaksa untuk dimuliakan.padahal mereka pun tidak berkontribusi banyak terhadap hmi, akhirnya kepengurusan di komisariat, korkom, cabang dll menjadi sebuah kabinet terbengkalai serta menjadi pengurus yang lalai.

Oleh sebab itu berburu jabatan dan masuk dalam kepengurusan yang nantinya tampil di media social dengan menyandang jabatan strategis adalah sebuah keharusan kendati harus saling bunuh membunuh, sikut-menyikut, hardik-menghardik, demi kekuasaan, jabatan, dan penghormatan. Akhirnya proses dan progress pun NIHIL.

Dengan peristiwa semacam ini ada satu ungkapan ulama mesir yang mengatakan “sesuatu yang di capai dengan niat yang baik namun dengan proses yang buruk maka keburukanlah hasilnya, sebaliknya jika niat yang buruk di capai dengan cara yang baik hasilnya keburukan pula, untuk itu niat yang baik mesti harus dicapai dengan langkah yang baik pula maka itu akan berujung kebaikan.

Untuk itu mengurangi konflik internal yang kontra produktif dan mengurangi perebutan kekuasaan adalah wujud konkret dari upaya membangun tradisi intelektual hmi dan memperbaiki system HMI, tanpa jual jual kursi untuk merebut koalisi.

HMI tidak akan terus mengalami degradasi-degradasi yang kian massif, kehancuran demi-kehancuran akan semakin terpampang jelas, jika HMI desesaki oleh manusia-manusia yang penuh dengan birahi untuk menguasai dan haus akan penghormatan, jika di tunggangi oleh manusia-manusia yang berorientasi pada uang dan jabatan apalagi niat yang disusupi oleh kepentingan. Untuk itu mari benahi hmi dengan orang-orang sekitar kita dan mulai meluruskan niat tanpa ada iming-iming apapun itu, untuk itu pandailah memilih dan berhati-hatilah.

Ditulis Oleh:  Fanji Ramadhan 

-Ketua Umum HMI Koorkom UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi 

-Jurusan Sastra Inggris

Pos terkait