KABARTIGA.ID, Tanjungpinang – Perairan Pelantar III Tanjungpinang kembali bergemuruh oleh semangat persatuan dan tradisi. Pada Sabtu, 7 Juni 2025, Wali Kota Tanjungpinang Lis Darmansyah secara resmi membuka Lomba Perahu Naga Tanjungpinang 2025, sebuah agenda budaya tahunan yang merupakan bagian integral dari ritual Sembahyang Keselamatan Laut.
Acara yang digagas oleh Yayasan Sangharama Bodhissattva Tanjungpinang ini bukan sekadar ajang olahraga air, melainkan sebuah perayaan budaya sarat makna. Tradisi ini memperlihatkan kekuatan bahari, semangat gotong royong, serta warisan nilai leluhur yang diwariskan lintas generasi.
Akar Budaya dari Negeri Tiongkok
Lomba Perahu Naga atau Dragon Boat Race memiliki akar sejarah dalam kebudayaan Tionghoa, berawal dari legenda Qu Yuan, penyair sekaligus pejabat kerajaan yang menjadi simbol patriotisme di Tiongkok kuno. Ketika Qu Yuan bunuh diri dengan melompat ke sungai, masyarakat setempat mendayung perahu dan memukul genderang untuk mengusir roh jahat, sambil melemparkan nasi ke air sebagai penghormatan.
Tradisi ini kemudian berkembang menjadi Festival Perahu Naga (Duanwu) dan menyebar ke berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Di Tanjungpinang, lomba ini telah menjadi wujud nyata pelestarian budaya Tionghoa sekaligus identitas masyarakat pesisir.
Suasana Meriah dan Antusiasme Masyarakat
Suasana di Pelantar III terasa hidup sejak pagi. Tim-tim pendayung dari berbagai kelompok tampil kompak, mengayuh seirama di atas air. Warga yang memadati pelantar dan menaiki pompong menyaksikan setiap kayuhan penuh semangat, diiringi sorak-sorai dan tepuk tangan riuh.
Wali Kota Lis Darmansyah dalam sambutannya menyampaikan apresiasi tinggi atas pelaksanaan lomba ini. “Lomba perahu naga bukan hanya sekadar perlombaan, tetapi simbol dari persatuan, budaya bahari, dan spiritualitas masyarakat kita,” ujarnya. Ia juga menegaskan komitmen Pemerintah Kota untuk menjadikan acara ini agenda tahunan yang lebih besar dan berdampak luas bagi masyarakat.
Tradisi, Identitas, dan Warisan Budaya
Lebih dari sekadar kompetisi, Lomba Perahu Naga memiliki makna mendalam. Setiap tim perahu naga melambangkan kekompakan dan kerja sama—nilai gotong royong yang menjadi inti budaya lokal. Selain itu, lomba ini adalah bagian dari ritual Sembahyang Keselamatan Laut, sebagai bentuk penghormatan dan permohonan keselamatan bagi para pelaut dan masyarakat pesisir.
“Pelestarian tradisi seperti ini penting untuk menjaga jati diri kita sebagai masyarakat maritim,” tambah Lis. “Ini bukan hanya tentang masa lalu, tetapi juga bagaimana kita membentuk masa depan dengan fondasi budaya yang kuat.”
Magnet Wisata dan Penggerak Ekonomi Lokal
Acara ini tidak hanya menghidupkan budaya, tetapi juga ekonomi. Ribuan pengunjung yang hadir membawa dampak langsung bagi sektor pariwisata dan usaha kecil menengah (UMKM). Hotel, restoran, dan pedagang lokal mendapatkan manfaat dari lonjakan kunjungan wisatawan.
Lomba Perahu Naga kini menjadi salah satu daya tarik wisata utama Tanjungpinang. Keunikan budaya dan keaslian tradisi menjadi magnet kuat bagi wisatawan domestik maupun mancanegara. Pemerintah Kota melihat ini sebagai peluang strategis untuk mengembangkan pariwisata berbasis budaya yang berkelanjutan.
Sinergi Komunitas dan Pemerintah
Keberhasilan acara ini tak lepas dari peran aktif komunitas lokal. Yayasan Sangharama Bodhissattva tidak hanya menjadi penyelenggara, tetapi juga penjaga tradisi. Sinergi antara komunitas dan pemerintah menjadi kunci dalam memastikan tradisi ini terus hidup dan berkembang.
Wali Kota Lis Darmansyah menegaskan, “Kami berkomitmen penuh untuk mendukung semua kegiatan pelestarian budaya seperti ini. Karena kita tidak hanya menjaga warisan, tetapi juga menciptakan masa depan yang lebih baik untuk generasi mendatang.”
Menjaga Tradisi, Membangun Masa Depan
Lomba Perahu Naga Tanjungpinang adalah gambaran sempurna dari harmoni antara tradisi kuno, semangat kebersamaan, dan potensi pariwisata modern. Sebagai bagian dari ritual Sembahyang Keselamatan Laut, lomba ini bukan hanya mencerminkan nilai budaya dan spiritual yang mendalam, tetapi juga menjadi simbol kekuatan ekonomi dan sosial masyarakat pesisir.
Dengan dukungan penuh dari pemerintah dan antusiasme masyarakat, tradisi bahari ini diyakini akan terus berlayar, mengukuhkan jati diri Tanjungpinang sebagai kota budaya maritim yang kuat, berdaya saing, dan sejahtera.