Kabartiga – Anggota Dewan Pembina Partai Golkar Paskah Suzeta menilai, statemen Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) yang menyarankan Pemilu 2024 dipikirkan ulang, menyulitkan posisi Partai Golkar yang telah mencalonkan Ketum Golkar Airlangga Hartarto sebagai Capres 2024. Paskah mengatakan, mestinya sebelum menyampaikan pernyataan secara terbuka, Bamsoet ngobrol atau konsultasi dulu dengan Pimpinan Golkar. Sebab, posisi dirinya tidak bisa dilepaskan dari Golkar mengingat kedudukannya sebagai Wakil Ketua Umum Golkar.
‘’Ya, saya piker tak ada salahnya Bamsoet ngobrol-ngobrol santai dengan elit Golkar, misalnya Ketum, Ketua Wanbin, Pimpinan Wanhat, Dewan Pakar dan sebagainya, sehingga tidak muncul kegaduhan seperti sekarang ini,’’ ujar Paskah, Sabtu (10/12).
Paskah mengingatkan, selaku Ketua MPR, Bamsoet jangan terlalu jauh memberikan indikasi bahwa Jokowi bisa meneruskan kepemimpinannya sampai dengan tiga periode. Boleh saja Bamsoet mengomentari hasil survei Poltracking terbaru yang menyebut tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan Jokowi mencapai 73.5 persen.
‘’Silahkan saja dia mengomentari masalah itu, nggak ada yang salah. Tapi kalau mengarahkan kepuasan publik itu dengan pemikiran ulang Pemilu 2024 yang ujung-ujungnya mengarah pada perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode, ya nggak benar. Karena akan menimbulkan pro-kontra yang tidak menguntungkan bangsa. Apalagi PDIP, sebagai partai pengusun Presiden Jokowi juga ikut memprotes pernyataan Bamsoet. Nah, apakah Bamsoet sebagai Ketua MPR tidak membaca konstitusi bahwa masa jabatan seseorang yang menduduki jabatan presiden dibatasi hingga dua periode,‘’ ujar Paskah.
Paskah menambahkan Mestinya Bamsoet pegang teguh konstitusi sehingga tak ada ribut-ribut seperti sekarang ini. Sebagai pemimpin harus peka dan selalu menjaga agar situasi tetap kondusif. Sebagai Pimpinan Golkar, pegangannya adalah konstitusi yang berlaku saat ini.
Ketua Bappilu Partai Nasdem Effendi Choirie alias Gus Choi berpendapat, statemen Bamsoet agar Pemilu 2024 dipikir ulang sama halnya dengan cari penyakit. ‘’Orang Jawa bilang, golek molo atau cari penyakit. Statemen nya diprotes banyak orang,’’ ujarnya. Gus Choi meminta agar pejabat negara baik yang di eksekutif maupun legislatif tegak lurus saja dengan UUD 1945, UU, patuh pada semua peraturan, pasti aman. Semua harus bekerja di atas UU, bukan atas kepentingan pribadi dan kelompok. Negara ini dalam bahaya kalau pejabatnya tidak konsisten pada UU. Menurut dia, pejabat yang ingin menunda pemilu, memperpanjang jabatan presiden hingga 3 periode, dan lain-lain, itu sama saja dengan mengidap penyakit “covid politik”. Mereka lebih membahayakan ketimbang kena Covid-19.
Sebelumnya anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin menegaskan, wacana perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan Pemilu 2024 merupakan bentuk pelecehan terhadap konstitusi. “Sudahlah, tak perlu bicara soal menunda atau mengundurkan pemilu karena inkonstitusional dan mengkhianati kontrak politik dengan rakyat,” tegas Hasanuddin.
Ia mengatakan, ada sejumlah alasan mengapa menunda pemilu melawan konstitusi. Pertama, bertentangan dengan UUD RI 1945, Pasal 22E Ayat (1) yang berbunyi, “Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali”. Kedua, bertentangan dengan UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum, Pasal 167 ayat (1) yang berbunyi “Pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali”. “Saya rasa sudah sangat jelas bertentangan dengan konstitusi dan UU, serta tidak diatur mekanismenya (penundaan pemilu) oleh peraturan perundang-undangan, maka lebih baik dihentikan saja,” tegasnya.