PSN: Proyek Suci Nasional, Dosa Kolektif yang Terlupakan

KABARTIGA.ID – Pembangunan di negeri ini sedang dikebut. Jalan tol dibangun melintang hutan, kawasan industri menjulur sampai batas kampung adat, dan tambang-tambang raksasa menggali isi perut bumi tanpa ampun. Semua demi satu nama yang agung dan tak bisa diganggu gugat: Proyek Strategis Nasional (PSN).

Dalam narasi pemerintah, PSN adalah solusi. Tapi bagi masyarakat adat, PSN kerap terasa seperti kutukan. Tanah yang mereka rawat turun-temurun digusur dalam sekejap, diganti dengan janji. “Ini demi kepentingan umum,” kata negara. Tapi umum yang mana? Sebab yang kehilangan rumah bukan para pemodal, melainkan petani, nelayan, dan warga yang bahkan tak tahu bahwa tanah mereka sudah berpindah tangan di atas meja perizinan.

Ketika Negara Memuliakan Beton, Tapi Menginjak Adat

Masyarakat adat hidup dengan alam, bukan di atas sertifikat. Tapi justru karena itu mereka mudah diabaikan. Hanya karena mereka tak punya dokumen formal, mereka dianggap tidak berhak. Padahal tanah itu bukan sekadar lahan. Itu tempat lahir, tumbuh, dan dikuburkannya para leluhur.

Sayangnya, aparat lebih cepat hadir untuk menggusur ketimbang untuk berdialog. Alih-alih mendengar, negara justru mengkriminalisasi. Orang-orang yang mempertahankan haknya, dituduh mengganggu pembangunan. Rakyat yang menolak diusir, dicap provokator. Negara tak hadir sebagai pelindung, tapi sebagai pemaksa.

Kami pernah bilang: “Kalau rakyat kecil melawan, langsung dikriminalisasi. Tapi kalau pemodal besar melanggar, diberi konsesi baru.” Kenyataan ini tidak berlebihan. Kami lihat sendiri: petani ditahan karena menjaga sawah, warga adat diintimidasi karena melindungi hutan.

Pertumbuhan Ekonomi, Tapi untuk Siapa?

Negara bangga ketika angka pertumbuhan ekonomi naik. Tapi siapa yang benar-benar menikmati hasilnya? Di satu sisi, kita lihat resor dan smelter menjulang di bekas tanah adat. Di sisi lain, rakyat asli jadi penonton di kampungnya sendiri atau malah terusir jadi buruh di kota yang asing.

Kami tidak anti pembangunan. Kami juga ingin maju. Tapi bukan dengan cara mengorbankan yang paling lemah, bukan dengan mencabut akar masyarakat yang selama ini menjadi penjaga alam.

Pembangunan seharusnya tumbuh dari bawah, bukan dibangun dengan menindas mereka yang tidak sempat ikut rapat.

Kuburan Keadilan di Atas Nama Proyek

PSN bukanlah musuh, tapi cara kita menjalankannya bisa menjadi bencana. Jika kita terus mengusir masyarakat adat, mengabaikan hak hidup, dan memuja pertumbuhan yang timpang, maka kita sedang membangun bukan bangsa, tapi monumen keangkuhan.

Negara boleh terus mengejar investasi, tapi jangan lupakan bahwa bangsa ini dibangun bukan hanya dari infrastruktur, melainkan dari keadilan. Dan jika keadilan terus dikorbankan di bawah roda ekskavator, maka yang akan kita gali bukan cuma tanah, tapi juga kuburan nurani kita sendiri.

Pos terkait