Reshuffle Kabinet Prabowo 8 September 2025: Antara Evaluasi dan Tekanan Publik

Alam Syarizal Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Tanjungpinang (IMTA)-Pekanbaru Periode 2021-2022

KABARTIGA.ID – Senin 8 September 2025, Presiden Prabowo Subianto kembali melakukan reshuffle kabinet. Ini adalah perombakan kedua sejak beliau dilantik pada Oktober 2024. Lima menteri diganti, satu kementerian baru dibentuk, dan dampaknya langsung terasa, baik di panggung politik maupun di pasar keuangan. Publik pun bertanya-tanya: apakah reshuffle ini merupakan langkah strategis untuk memperkuat kinerja pemerintahan, ataukah sekadar respons cepat terhadap tekanan politik dan sosial?

Pergantian Figur Sentral

Bacaan Lainnya

Beberapa nama besar yang diganti cukup mengejutkan. Sri Mulyani Indrawati, yang telah lama menjadi wajah stabilitas fiskal Indonesia, resmi digantikan oleh Purbaya Yudhi Sadewa, Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Posisi strategis lain yang ikut bergeser antara lain Budi Gunawan (Menko Polhukam), Abdul Kadir Karding (Menteri P2MI), Budi Arie Setiadi (Menteri Koperasi), serta Dito Ariotedjo (Menpora).

Selain itu, Presiden juga membentuk Kementerian Haji dan Umrah, yang disebut-sebut akan diisi oleh M. Irfan Yusuf, Kepala Badan Pengelola Haji. Di sisi lain, Ferry Juliantono resmi dilantik menggantikan Budi Arie sebagai Menteri Koperasi.

Pergantian di posisi-posisi ini menandai reposisi serius dalam struktur pemerintahan. Polhukam, keuangan, pemuda, koperasi, hingga perlindungan pekerja migran, semuanya adalah sektor yang bersentuhan langsung dengan stabilitas nasional.

Makna Politik di Balik Reshuffle

Reshuffle kabinet bukanlah hal baru di Indonesia. Namun, kali ini ada nuansa berbeda. Dua pekan terakhir, demonstrasi menuntut keadilan fiskal mewarnai jalanan Jakarta dan kota-kota besar lainnya. Bahkan, kediaman Sri Mulyani sempat menjadi sasaran amuk massa. Di tengah tekanan sosial tersebut, keputusan Presiden untuk mengganti Menteri Keuangan bisa dipandang sebagai langkah simbolis untuk meredakan ketegangan publik.

Dari sisi politik, pergeseran ini juga menunjukkan bahwa Presiden Prabowo ingin menata ulang basis kepercayaan di dalam kabinet. Beberapa pengamat menilai bahwa reshuffle ini bukan hanya soal kinerja, melainkan juga tentang menjaga stabilitas politik di tengah tantangan global, khususnya ekonomi yang tidak menentu.

Reaksi Pasar dan Dunia Usaha

Efek paling cepat dari pergantian ini terlihat di lantai bursa. Begitu kabar pergantian Sri Mulyani mencuat, IHSG tertekan sekitar 1,3% dan rupiah melemah terhadap dolar AS. Investor melihat adanya ketidakpastian kebijakan fiskal ke depan.

Namun, penunjukan Purbaya Yudhi Sadewa memberi sedikit harapan. Sebagai ekonom senior dengan pengalaman di LPS, Purbaya dinilai memiliki kapasitas teknokratik yang cukup untuk menenangkan pasar. Tantangan terbesarnya adalah bagaimana ia bisa melanjutkan warisan disiplin fiskal Sri Mulyani, sambil menyesuaikan dengan arah kebijakan pemerintahan Prabowo yang cenderung lebih ekspansif.

Evaluasi atau Reaksi?

Reshuffle hari ini dapat dibaca dalam dua cara. Pertama, sebagai evaluasi kinerja kabinet. Presiden tentu punya catatan tersendiri tentang menterinya, dan perubahan ini bisa jadi bagian dari penyegaran serta reposisi strategi pemerintahan.

Kedua, reshuffle ini juga bisa dipandang sebagai reaksi terhadap tekanan publik. Pergantian Sri Mulyani, misalnya, tidak bisa dilepaskan dari gelombang protes dan kritik tajam terkait kebijakan fiskal yang dianggap membebani rakyat.

Apapun alasannya, reshuffle ini jelas merupakan momen penting. Ia menguji sejauh mana pemerintah bisa menyeimbangkan antara tuntutan stabilitas ekonomi, kebutuhan politik, dan aspirasi rakyat.

Jalan Panjang Kabinet Baru

Reshuffle kabinet 8 September 2025 bukan sekadar soal siapa yang duduk di kursi menteri. Ini adalah pertaruhan tentang arah kebijakan nasional ke depan. Jika para menteri baru mampu bekerja efektif, maka langkah ini akan terbukti sebagai strategi yang tepat. Namun, bila hanya menjadi respons sementara tanpa diikuti perbaikan nyata, publik akan kembali kehilangan kepercayaan.

Dalam politik, wajah boleh berganti, tetapi hasil kerja tetap menjadi ukuran. Kini, bola ada di tangan para menteri baru, mereka dituntut untuk membuktikan bahwa perubahan ini benar-benar membawa Indonesia ke arah yang lebih stabil, adil, dan sejahtera.

Pos terkait